Memahami
stress dari sudut pandang yang baru
Ketika pikiran dan emosi terganggu
akibat berhadapan dengan masalah-masalah , muncul satu kata yang seakan
jadi ‘mahluk’ paling berdosa atas hal-hal yang terjadi. Kata tersebut adalah stress.
Stress selalu menjadi ‘kambing hitam’ permasalahan, padahal jika kita
memahami stress dengan tepat, stress tidaklah selalu menjadi hal
merugikan. Pandangan salah tentang stress ini telah meluas, sehingga
Hans Selye, yang merupakan seorang peneliti dan “guru besar” studi tentang stress,
pernah berkomentar bahwa stress sama halnya dengan hukum relativitas.
Kedua hal ini sama-sama begitu dikenal banyak orang, namun hanya sedikit yang
memahami pengertian sebenarnya (Rice, 1999).
Secara garis besar, stress
dapat didefinisikan sebagai kondisi dan respon dari tubuh maupun pikiran, yang
di satu sisi dapat menyelamatkan hidup kita, dan di sisi lain dapat merugikan
sistem tubuh, seperi menimbulkan penyakit atau, yang paling parah, berujung
pada kematian. Respon dari tubuh maupun pikiran ini muncul karena adanya stressor.
Stressor merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang menstimulasi
munculnya respon stress. Stressor tersebut dapat muncul dalam
bentuk fisik, sosioemosi, ekonomi, atau spiritual. Namun, stress sebagai
respon terhadap stressor selalu bersifat fisik (Girdano, Everly dan
Dusek, 1997).
Distress yang Merambah Dunia Perkuliahan
. Begitu banyak aktivitas yang
terlibat dalam kegiatan kuliah. Bergaul, having fun dengan teman atau
pacar, mengembangkan bakat dan minat melalui kegiatan-kegiatan non-akademis,
hingga bekerja untuk menambah uang saku. Pola hidup yang kompleks ini
seringkali menjadi beban tambahan disamping tekanan dalam kuliah yang sudah begitu
melelahkan. Masalah di luar perkuliahan mau tak mau harus diakui turut
mempengaruhi, baik dari segi mood, konsentrasi, maupun prestasi
akademik. Apalagi grafik usia yang menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya
berada dalam tahap remaja (adolescence) hingga dewasa muda (early
adulthood) (Santrock, 2006). Seseorang pada rentang usia ini masih labil
dalam hal kepribadiannya, sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa
cenderung terlihat kurang berpengalaman.
Masalah-masalah tersebut, baik dalam
hal perkuliahan maupun kehidupan di luar kampus, dapat menjadi distress
yang mengancam. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika ada stressor
yang datang, maka tubuh akan meresponnya. Supaya kita tidak salah mengerti
respon ini, maka pertama-tama kita perlu memahami dulu stressor-stressor
apa saja yang mungkin muncul dalam kehidupan mahasiswa.
Kenali Mereka, Para Stressor
yang Siap Mengancam
Stressor Personal dan Sosial
- Kesepian (Loneliness)
Kesepian adalah perasaan tak nyaman
atau menyakitkan yang bersumber dari kurangnya relasi sosial (dalam Rice, 1999).
Kesepian seringkali dialami oleh mahasiswa dalam masa perkuliahan. Masa-masa
awal perkuliahan dimana seorang mahasiswa belum mengenal teman-temannya,
perubahan kelas, ataupun gangguan hubungan pertemanan yang mengakibatkan
seseorang dikucilkan dan ditinggalkan sahabatnya adalah contoh-contoh peristiwa
yang dapat mengakibatkan perasaan kesepian muncul.
Bagi kaum muda-mudi, kesepian
seringkali berarti akhir dari segalanya. Saat ada masalah, tidak ada yang bisa
diajak bicara. Sedangkan, orangtua seringkali malah tidak bisa menolong karena
perbedaan usia dan generasi tak jarang menyebabkan perbedaan pola pikir. Hidup
terasa begitu sulit dan hampa. Akibatnya, timbul rasa malas melakukan kegiatan,
frustasi, rendah diri, depresi, tekanan darah meningkat, atau bahkan terjerumus
ke dalam “lingkaran setan” narkotika.
2. Hubungan atau Relasi
Relasi dengan orang lain, baik
dengan teman kuliah atau bukan, juga memiliki pengaruh yang besar bagi
mahasiswa. Gangguan pada aspek tersebut dapat berubah menjadi stressor,
yang seringkali berkaitan dengan perasaan sendiri atau kesepian.
3. Time Disaster
Kebiasaan hidup dengan tergesa-gesa
merupakan “bibit-bibit” awal penyebab distress muncul. Time
management yang buruk membuat seorang mahasiswa seringkali terjebak macet
di jalan, terlambat mengikuti kuliah, tidak mengumpulkan tugas pada waktunya,
hingga sulit memiliki waktu belajar akibat aktivitas harian yang tak
direncanakan.
Stressor Gaya Hidup dan Budaya
- Hambatan Keuangan
Kuliah tidak lagi sekadar belajar di
kampus. Menjalani aktivitas kuliah berarti terlibat dengan lingkungan sosial di
tempat kuliah. Hidup bersama mahasiswa-mahasiswa lain dan menjalani aktivitas
baru yang berbeda dengan rutinitas pendidikan di jenjang sebelumnya. Sehingga,
keuangan tidak hanya diperlukan untuk biaya akademis, namun juga untuk mendanai
gaya hidup yang baru. Pergi ke mal tentu tidak cukup hanya melihat-lihat setiap
saat. Atau selalu menunggu untuk meminjam keping DVD dari teman ketimbang pergi
menonton film di bioskop bersama sahabat atau kekasih
Akulturasi menyatakan perubahan dari
nilai-nilai kepribadian dan sikap yang diakibatkan bertemunya suatu budaya
dengan budaya lain (Rice, 1999). Di era globalisasi ini, kampus seringkali
menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa dari berbagai tempat, baik itu dalam
suatu negara maupun lintas negara (cross-country).
Faktor Akademis Sebagai Stressor
1.
Test
Anxiety
Tuntutan akademis kuliah di masa
sekarang tidak jarang begitu berat dan sangat menyengsarakan mahasiswa.
Mahasiswa merasa dituntut untuk meraih pencapaian (achievement) yang
telah ditentukan, baik oleh pihak fakultas atau universitas maupun dari
mahasiswa itu sendiri. Tuntutan ini dapat memberi tekanan yang melampaui batas
kemampuan si mahasiswa itu sendiri. Ketika hal ini terjadi, maka overload
tersebut akan “mengundang” distress, dalam bentuk kelelahan fisik atau
mental, daya tahan tubuh menurun, dan emosi yang mudah “meledak-ledak.”
Setelah Mengenali Ancamannya, Kini
Ketahui Cara Penanganannya
Berikut akan diuraikan beberapa
strategi coping untuk menangani stressor-stressor yang muncul
dalam kehidupan perkuliahan. Beberapa dari strategi coping ini bersifat problem
focused, sedang yang lain lebih berorientasi kepada emotional focused.
- buka diri anda terhadap lingkungan sosial
Jangan pernah merasa minder, rendah
diri, atau diasingkan. Yakinlah, bahwa tiap pribadi begitu unik. Termasuk juga
anda. Jadi, semangatlah menghadapi hari-hari dalam kuliah sebagai mahasiswa.
Sapa tiap orang yang anda kenal jika bertemu dengan mereka, mulai dari teman
sekelas, dosen, sahabat lain dalam satu fakultas yang sama juga fakultas lain,
hingga petugas parkir atau kebersihan di kampus. Libatkan diri anda dalam
obrolan kecil bersama teman-teman. Sehingga, anda akan diingat oleh orang-orang
sekitar anda, dan tentunya image positif pun terpancar dengan baik.
2. lakukan berbagai aktivitas yang memberi pengaruh
positif.
Melibatkan diri dalam kesibukan di
luar kuliah akan menjadi obat ampuh untuk memanage distress menjadi eustress.
Bergabung dalam klub-klub kegiatan yang ada di kampus memberi banyak
keuntungan. Bakat semakin terasah, dan pikiran pun tidak lagi disibukkan oleh
berbagai kekhawatiran. Dan yang pasti, relasi sosial akan semakin berkembang.
3.kuncinya; saving money and time management
selalu sisihkan uang anda secara
teratur dan bijaksana. Selain terhindar dari pemborosan yang tak perlu,
menabung berarti terhindar dari menciptakan masalah sendiri. Anda tak perlu stress
ketika ada kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi, sebab ada tabungan yang
dapat digunakan di saat-saat genting.
Menurut Jack Ferner (1980), time
management berarti menggunakan sumber daya, termasuk waktu, secara efisien,
sehingga kita dapat mencapai tujuan pribadi kita sendiri (dalam Rice, 1999).
Perlakukan waktu seperti layaknya harta langka, gunakan sebijaksana mungkin.
Membuat jadwal harian akan membuat hidup lebih teratur. Dan yang pasti, stress
akibat terlambat datang ke kampus, bangun kesiangan, atau tidak punya waktu
istirahat akan terhindarkan. Lebih baik lagi bila kita bisa membuat rencana
jangka panjang. Misalnya untuk waktu kuliah yang diperlukan. Planning
seperti ini akan membuat hidup lebih terarah dan terencana. Sehingga, kita akan
siap menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi nantinya.
4. berlatih dan belajar
ketahui kelemahan diri anda,
kemudian perbaikilah. Jika merasa kurang dalam mata kuliah tertentu, belajar
dengan porsi lebih bisa menjadi solusi jitu mendongkrak nilai. Gugup tiap kali
harus presentasi atau berbicara di depan banyak orang? Berlatihlah membentuk
rasa percaya diri dengan banyak melakukan presentasi serta berbicara saat
terlibat obrolan dengan orang lain. Intinya, kuasai diri sendiri dan terus
berusaha menjadi lebih baik.
5.kendalikan emosi
dalam dunia Psikologi, dikenal
adanya istilah kepribadian tipe A. Orang dengan jenis kepribadian ini cenderung
agresif, kompetitif, tegang, ceroboh, dan merasa “dikejar-kejar” waktu (Rice,
1999). Jika anda memiliki karakter-karakter demikian, mulailah untuk hidup
tenang. Aturlah hidup anda sedemikian rupa sehingga emosi anda menjadi lebih
stabil. Jangan anggap kuliah sebagai beban, tetapi jadikan itu sebagai
pengalaman hidup berharga yang menyenangkan bagi anda.
6. jangan ragu meminta tolong
Manusia adalah mahluk sosial. Kita
tidak dilahirkan untuk bisa menangani segala hal dalam hidup kita sendirian.
Jadi, ketika segala masalah sudah begitu menumpuk, tak perlu malu meminta
bantuan pada orang-orang terdekat. Mintalah saran dan pertolongan dari teman
untuk memecahkan masalah kuliah anda. Jangan pendam sendiri segala keluh kesah
yang menghampiri anda. Bercerita tentang kesulitan-kesuliatan yang sedang
dialami seringkali menjadi alternatif yang baik untuk membuat perasaan menjadi
lebih nyaman dan beban pikiran berkurang.
7. alihkan pandangan dari rutinitas
Erik Erikson, seorang tokoh
Psikologi, mengenalkan istilah psychosocial moratorium. Istilah ini
merujuk pada kegiatan seseorang untuk mencari “kesegaran” baru dari segala
masalah dan rutinitas (Schultz, 1976). Seperti beristirahat, berlibur, atau
sekadar berjalan-jalan santai.
Jika segala coping stress
telah dicoba namun hasilnya tak kunjung datang, mungkin masalahnya bukan pada coping,
tapi diri anda yang lelah (exhausted) dan jenuh menghadapi segala
rutinitas, masalah, dan tekanan dalam kuliah yang datang bertubi-tubi. Jadi,
mulailah mencari penyegaran, agar diri anda lebih fresh dan siap
menghadapi aktivitas kuliah dengan maksimal.
Stress Management Berarti Tiga Hal: Memahami Stress Dengan
Benar, Mengenal Stressor yang “Mengintai,” dan Melakukan Coping
Strategies yang Tepat
Setelah mengetahui banyak hal
tentang stress dan cara-cara penanganannya, hal terakhir yang harus
dilakukan adalah menerapkannya dalam kehidupan nyata di lingkungan kuliah
sebagai mahasiswa. Tak ada coping strategies yang mutlak dilakukan.
Semuanya bervariasi, tergantung dari masing-masing individu. Sebab, sebuah coping
yang efektif adalah coping yang sesuai dengan keadaan dan memberikan
keuntungan maksimal kepada orang (dalam hal ini khususnya mahasiswa) yang
melakukannya (Cooper, Cary L., Dewe, Philip J., & O’Driscoll, Michael P,
2001).
Satu hal yang perlu diingat adalah
untuk mengubah pandangan lama yang menyatakan stress harus dihilangkan.
Hans Selye dalam teori General Adaptation Syndrome (GAS) mengungkapkan
bahwa stressor adalah faktor yang mengganggu keseimbangan tubuh (equilibrium).
Penanganan yang tepat terhadap stressor akan menjadikan stress
sebagai sarana untuk mengoptimalkan diri kita. Jadi, jangan berusaha
menghilangkan stress, namun tangani strees secara tepat dan jadilah mahasiswa
produktif dan sukses.
P.
A. Martinus Leonardo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar