Minggu, 03 Juni 2012

Menyiasati Stres Dalam Dunia Perkuliahan



Memahami stress dan mengenali gangguan stress 

yang seringkali muncul pada mahasiswa, akan membantu kita dalam menemukan ‘jurus’ nan ampuh untuk menyiasatinya.






Memahami stress dari sudut pandang yang baru

Ketika pikiran dan emosi terganggu akibat berhadapan dengan masalah-masalah , muncul satu kata yang seakan jadi ‘mahluk’ paling berdosa atas hal-hal yang terjadi. Kata tersebut adalah stress. Stress selalu menjadi ‘kambing hitam’ permasalahan, padahal jika kita memahami stress dengan tepat, stress tidaklah selalu menjadi hal merugikan. Pandangan salah tentang stress ini telah meluas, sehingga Hans Selye, yang merupakan seorang peneliti dan “guru besar” studi tentang stress, pernah berkomentar bahwa stress sama halnya dengan hukum relativitas. Kedua hal ini sama-sama begitu dikenal banyak orang, namun hanya sedikit yang memahami pengertian sebenarnya (Rice, 1999).
Secara garis besar, stress dapat didefinisikan sebagai kondisi dan respon dari tubuh maupun pikiran, yang di satu sisi dapat menyelamatkan hidup kita, dan di sisi lain dapat merugikan sistem tubuh, seperi menimbulkan penyakit atau, yang paling parah, berujung pada kematian. Respon dari tubuh maupun pikiran ini muncul karena adanya stressor. Stressor merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang menstimulasi munculnya respon stress. Stressor tersebut dapat muncul dalam bentuk fisik, sosioemosi, ekonomi, atau spiritual. Namun, stress sebagai respon terhadap stressor selalu bersifat fisik (Girdano, Everly dan Dusek, 1997).
Distress yang Merambah Dunia Perkuliahan
. Begitu banyak aktivitas yang terlibat dalam kegiatan kuliah. Bergaul, having fun dengan teman atau pacar, mengembangkan bakat dan minat melalui kegiatan-kegiatan non-akademis, hingga bekerja untuk menambah uang saku. Pola hidup yang kompleks ini seringkali menjadi beban tambahan disamping tekanan dalam kuliah yang sudah begitu melelahkan. Masalah di luar perkuliahan mau tak mau harus diakui turut mempengaruhi, baik dari segi mood, konsentrasi, maupun prestasi akademik. Apalagi grafik usia yang menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya berada dalam tahap remaja (adolescence) hingga dewasa muda (early adulthood) (Santrock, 2006). Seseorang pada rentang usia ini masih labil dalam hal kepribadiannya, sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat kurang berpengalaman.
Masalah-masalah tersebut, baik dalam hal perkuliahan maupun kehidupan di luar kampus, dapat menjadi distress yang mengancam. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika ada stressor yang datang, maka tubuh akan meresponnya. Supaya kita tidak salah mengerti respon ini, maka pertama-tama kita perlu memahami dulu stressor-stressor apa saja yang mungkin muncul dalam kehidupan mahasiswa.
Kenali Mereka, Para Stressor yang Siap Mengancam
Ketiga stressor ini sangat beragam pengaruhnya pada masing-masing individu

Stressor Personal dan Sosial
  1. Kesepian (Loneliness)
Kesepian adalah perasaan tak nyaman atau menyakitkan yang bersumber dari kurangnya relasi sosial (dalam Rice, 1999). Kesepian seringkali dialami oleh mahasiswa dalam masa perkuliahan. Masa-masa awal perkuliahan dimana seorang mahasiswa belum mengenal teman-temannya, perubahan kelas, ataupun gangguan hubungan pertemanan yang mengakibatkan seseorang dikucilkan dan ditinggalkan sahabatnya adalah contoh-contoh peristiwa yang dapat mengakibatkan perasaan kesepian muncul.
Bagi kaum muda-mudi, kesepian seringkali berarti akhir dari segalanya. Saat ada masalah, tidak ada yang bisa diajak bicara. Sedangkan, orangtua seringkali malah tidak bisa menolong karena perbedaan usia dan generasi tak jarang menyebabkan perbedaan pola pikir. Hidup terasa begitu sulit dan hampa. Akibatnya, timbul rasa malas melakukan kegiatan, frustasi, rendah diri, depresi, tekanan darah meningkat, atau bahkan terjerumus ke dalam “lingkaran setan” narkotika. 
2. Hubungan atau Relasi
Relasi dengan orang lain, baik dengan teman kuliah atau bukan, juga memiliki pengaruh yang besar bagi mahasiswa. Gangguan pada aspek tersebut dapat berubah menjadi stressor, yang seringkali berkaitan dengan perasaan sendiri atau kesepian. 
3.      Time Disaster
Kebiasaan hidup dengan tergesa-gesa merupakan “bibit-bibit” awal penyebab distress muncul. Time management yang buruk membuat seorang mahasiswa seringkali terjebak macet di jalan, terlambat mengikuti kuliah, tidak mengumpulkan tugas pada waktunya, hingga sulit memiliki waktu belajar akibat aktivitas harian yang tak direncanakan.
Stressor Gaya Hidup dan Budaya
  1. Hambatan Keuangan

 
Kuliah tidak lagi sekadar belajar di kampus. Menjalani aktivitas kuliah berarti terlibat dengan lingkungan sosial di tempat kuliah. Hidup bersama mahasiswa-mahasiswa lain dan menjalani aktivitas baru yang berbeda dengan rutinitas pendidikan di jenjang sebelumnya. Sehingga, keuangan tidak hanya diperlukan untuk biaya akademis, namun juga untuk mendanai gaya hidup yang baru. Pergi ke mal tentu tidak cukup hanya melihat-lihat setiap saat. Atau selalu menunggu untuk meminjam keping DVD dari teman ketimbang pergi menonton film di bioskop bersama sahabat atau kekasih
       2. Akulturasi dan Isu Ras
Akulturasi menyatakan perubahan dari nilai-nilai kepribadian dan sikap yang diakibatkan bertemunya suatu budaya dengan budaya lain (Rice, 1999). Di era globalisasi ini, kampus seringkali menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa dari berbagai tempat, baik itu dalam suatu negara maupun lintas negara (cross-country).
 
Faktor Akademis Sebagai Stressor
  1. Test Anxiety
  Banyak mahasiswa merasa begitu gugup ketika akan menghadapi ujian. Perasaan cemas, was-was ditambah dengan perut yang tiba-tiba sakit, keringat dingin keluar tanpa sebab yang jelas, serta gemetaran menjadi gejala-gejala umum dari “demam ujian” ini. Banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut. Mulai dari persiapan untuk ujian yang tidak matang, kurang percaya diri, atau tuntutan; baik dari diri sendiri atau orang-orang terdekat; untuk memperoleh nilai dan prestasi yang tinggi. Akibatnya, hasil ujian seringkali tidak memuaskan. Hal ini akan memberi beban strees lebih kepada mahasiswa yang mengalaminya

2. Overload, Beban yang Berlebihan
Tuntutan akademis kuliah di masa sekarang tidak jarang begitu berat dan sangat menyengsarakan mahasiswa. Mahasiswa merasa dituntut untuk meraih pencapaian (achievement) yang telah ditentukan, baik oleh pihak fakultas atau universitas maupun dari mahasiswa itu sendiri. Tuntutan ini dapat memberi tekanan yang melampaui batas kemampuan si mahasiswa itu sendiri. Ketika hal ini terjadi, maka overload tersebut akan “mengundang” distress, dalam bentuk kelelahan fisik atau mental, daya tahan tubuh menurun, dan emosi yang mudah “meledak-ledak.”
Setelah Mengenali Ancamannya, Kini Ketahui Cara Penanganannya
Berikut akan diuraikan beberapa strategi coping untuk menangani stressor-stressor yang muncul dalam kehidupan perkuliahan. Beberapa dari strategi coping ini bersifat problem focused, sedang yang lain lebih berorientasi kepada emotional focused.
  1. buka diri anda terhadap lingkungan sosial
Jangan pernah merasa minder, rendah diri, atau diasingkan. Yakinlah, bahwa tiap pribadi begitu unik. Termasuk juga anda. Jadi, semangatlah menghadapi hari-hari dalam kuliah sebagai mahasiswa. Sapa tiap orang yang anda kenal jika bertemu dengan mereka, mulai dari teman sekelas, dosen, sahabat lain dalam satu fakultas yang sama juga fakultas lain, hingga petugas parkir atau kebersihan di kampus. Libatkan diri anda dalam obrolan kecil bersama teman-teman. Sehingga, anda akan diingat oleh orang-orang sekitar anda, dan tentunya image positif pun terpancar dengan baik. 
       2. lakukan berbagai aktivitas yang memberi pengaruh positif.
Melibatkan diri dalam kesibukan di luar kuliah akan menjadi obat ampuh untuk memanage distress menjadi eustress. Bergabung dalam klub-klub kegiatan yang ada di kampus memberi banyak keuntungan. Bakat semakin terasah, dan pikiran pun tidak lagi disibukkan oleh berbagai kekhawatiran. Dan yang pasti, relasi sosial akan semakin berkembang. 
       3.kuncinya; saving money and time management
selalu sisihkan uang anda secara teratur dan bijaksana. Selain terhindar dari pemborosan yang tak perlu, menabung berarti terhindar dari menciptakan masalah sendiri. Anda tak perlu stress ketika ada kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi, sebab ada tabungan yang dapat digunakan di saat-saat genting.
Menurut Jack Ferner (1980), time management berarti menggunakan sumber daya, termasuk waktu, secara efisien, sehingga kita dapat mencapai tujuan pribadi kita sendiri (dalam Rice, 1999). Perlakukan waktu seperti layaknya harta langka, gunakan sebijaksana mungkin. Membuat jadwal harian akan membuat hidup lebih teratur. Dan yang pasti, stress akibat terlambat datang ke kampus, bangun kesiangan, atau tidak punya waktu istirahat akan terhindarkan. Lebih baik lagi bila kita bisa membuat rencana jangka panjang. Misalnya untuk waktu kuliah yang diperlukan. Planning seperti ini akan membuat hidup lebih terarah dan terencana. Sehingga, kita akan siap menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi nantinya. 
        4. berlatih dan belajar
ketahui kelemahan diri anda, kemudian perbaikilah. Jika merasa kurang dalam mata kuliah tertentu, belajar dengan porsi lebih bisa menjadi solusi jitu mendongkrak nilai. Gugup tiap kali harus presentasi atau berbicara di depan banyak orang? Berlatihlah membentuk rasa percaya diri dengan banyak melakukan presentasi serta berbicara saat terlibat obrolan dengan orang lain. Intinya, kuasai diri sendiri dan terus berusaha menjadi lebih baik. 
          5.kendalikan emosi
dalam dunia Psikologi, dikenal adanya istilah kepribadian tipe A. Orang dengan jenis kepribadian ini cenderung agresif, kompetitif, tegang, ceroboh, dan merasa “dikejar-kejar” waktu (Rice, 1999). Jika anda memiliki karakter-karakter demikian, mulailah untuk hidup tenang. Aturlah hidup anda sedemikian rupa sehingga emosi anda menjadi lebih stabil. Jangan anggap kuliah sebagai beban, tetapi jadikan itu sebagai pengalaman hidup berharga yang menyenangkan bagi anda. 
        6. jangan ragu meminta tolong
Manusia adalah mahluk sosial. Kita tidak dilahirkan untuk bisa menangani segala hal dalam hidup kita sendirian. Jadi, ketika segala masalah sudah begitu menumpuk, tak perlu malu meminta bantuan pada orang-orang terdekat. Mintalah saran dan pertolongan dari teman untuk memecahkan masalah kuliah anda. Jangan pendam sendiri segala keluh kesah yang menghampiri anda. Bercerita tentang kesulitan-kesuliatan yang sedang dialami seringkali menjadi alternatif yang baik untuk membuat perasaan menjadi lebih nyaman dan beban pikiran berkurang. 
        7.  alihkan pandangan dari rutinitas
Erik Erikson, seorang tokoh Psikologi, mengenalkan istilah psychosocial moratorium. Istilah ini merujuk pada kegiatan seseorang untuk mencari “kesegaran” baru dari segala masalah dan rutinitas (Schultz, 1976). Seperti beristirahat, berlibur, atau sekadar berjalan-jalan santai.
Jika segala coping stress telah dicoba namun hasilnya tak kunjung datang, mungkin masalahnya bukan pada coping, tapi diri anda yang lelah (exhausted) dan jenuh menghadapi segala rutinitas, masalah, dan tekanan dalam kuliah yang datang bertubi-tubi. Jadi, mulailah mencari penyegaran, agar diri anda lebih fresh dan siap menghadapi aktivitas kuliah dengan maksimal.
Stress Management Berarti Tiga Hal: Memahami Stress Dengan Benar, Mengenal Stressor yang “Mengintai,” dan Melakukan Coping Strategies yang Tepat
Setelah mengetahui banyak hal tentang stress dan cara-cara penanganannya, hal terakhir yang harus dilakukan adalah menerapkannya dalam kehidupan nyata di lingkungan kuliah sebagai mahasiswa. Tak ada coping strategies yang mutlak dilakukan. Semuanya bervariasi, tergantung dari masing-masing individu. Sebab, sebuah coping yang efektif adalah coping yang sesuai dengan keadaan dan memberikan keuntungan maksimal kepada orang (dalam hal ini khususnya mahasiswa) yang melakukannya (Cooper, Cary L., Dewe, Philip J., & O’Driscoll, Michael P, 2001).
Satu hal yang perlu diingat adalah untuk mengubah pandangan lama yang menyatakan stress harus dihilangkan. Hans Selye dalam teori General Adaptation Syndrome (GAS) mengungkapkan bahwa stressor adalah faktor yang mengganggu keseimbangan tubuh (equilibrium). Penanganan yang tepat terhadap stressor akan menjadikan stress sebagai sarana untuk mengoptimalkan diri kita. Jadi, jangan berusaha menghilangkan stress, namun tangani strees secara tepat dan jadilah mahasiswa produktif dan sukses.
Refernsi  :
 P. A. Martinus Leonardo

 


 



 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar