Minggu, 03 Juni 2012

Indahnya Perbedaan


Mengenal dan Memahami Perbedaan Budaya Teman Sebaya

Indonesia merupakan negara yang multikultural. Artinya, Indonesia terdiri dari banyak daerah yang berbeda-beda budaya, suku bangsa, golongan, agama dan ras. Di setiap daerah di Indonesia, mempunyai bahasa yang berbeda-beda, watak yang berbeda-beda, karakter masyarakatnya yang berbeda-beda pula.Mungkin ada diantara anak-anak disini yang berasal dari luar Jawa atau luar negeri? Nah, bagi anak-anak yang berasal dari daerah yang berbeda dengan disini. Anak-anak harus pandai-pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan disini. Begitu pula bagi anak-anak yang mempunyai teman yang berasal dari daerah yang berbeda dengan daerah kita, anak-anak harus pula memahami budaya teman kita itu. Misalkan, di kelas Bayu terdapat banyak teman dengan latar belakang suku dan budaya yang berbeda. Masing-masing teman juga berbicara dengan dialek yang khas. Ahong sering berbicara dengan bahas mandarin. Edo berbicara dengan lagam bahasa Indonesia Timur. Adapun Kirun sering menggunakan dialek bahasa Jawa Timuran.

Memahami bahasa dan budaya lain itu sangat penting. Tidak hanya untuk memahami teman sebaya kita yang menggunakan dialek bahasa yang berbeda, tetapi juga bermanfaat apabila kita pindah ke kota lain yang berbeda dialek bahasa dengan kita. Setiap orang pasti mempunyai kebudayaan masing2 dan yang pasti semuanya akan berbeda satu sama lain, kecuali memang berasal dari daerah yang sama. Itulah hebatnya Tuhan….setiap daerah mempunyai kebudayaan, bahasa, adat istiadat, pakaian, tata cara dan banyak hal lagi lainnya yang berbeda-beda. Semuanya menjadi indah dan berwarna karena perbedaan-perbedaannya itu.
Satu maksud/arti tetapi berbeda kata. Di jawa, menyebut kakak menggunakan kata “mas/mbak”, orang Sunda menyebut kakak dengan panggilan “Aa’ atau akang (laki-laki) dan teteh (perempuan), orang Padang menyebut kakak dengan panggilan “Uda (laki-laki), Uni (perempuan)”.
Simak cerita berikut!
Pengalaman Berkomunikasi dengan Orang yang Berbeda Budaya

Berkomunikasi dengan orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda membuat sebuah komunkasi menjadi kurang efektif. Sesuai dengan salah satu prinsip komunikasi, bahwa semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah komunikasi.
Prinsip tersebut tentu semakin menjelaskan bahwa perbedaan budaya dalam masyarakat membuat komunikasi menjadi kurang efektif. Sebagai individu komunikasi merupakan hal penting agar dapat menunjukan eksistensinya dan untuk itu individu-individu cenderung memiliki rasa kebersamaan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang sama atau mirip.
Perbedaan budaya antar individu menyebabkan sebuah hubungan menjadi kurang efektif karena melalui cara pandang individu yang berbeda itu dapat menumbuhkan berbagai persepsi positif maupun sebaliknya.
Cara pandang berbeda itu muncul dari berbagai perbedaan kondisi sosial seseorang dan budaya di sekitar mereka. Hal ini tentu mempengaruhi proses komunikasi yang terjadi diantara dua individu atau lebih yang memiliki budaya yang berbeda.
Ketika SMA saya bersekolah di daerah yang mayoritas adalah orang-orang yang berasal dari suku Sunda. Saya sendiri dibesarkan dalam tata cara keluarga yang memiliki adat Jawa. Secara spesifik memang tidak ada perbedaan yang mencolok selain dari bahasa yang digunakan. Sehingga saya sendiri tidak terlalu sulit berkomunikasi dengan teman-teman yang mayoritas tentu dapat berbicara dengan menggunakan bahasa sunda. Dengan memahami bagaimana bersikap baik diantara teman-teman saya, perlahan-lahan saya juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan teman-teman saya.
Terkadang saya memang mengalami kebingungan memahami kata-kata mereka ketika sedang mengobrol dengan menggunakan bahasa sunda (beberapa teman saya merasa lebih nyaman jika berbicara jika dengan bahasa tersebut). Hingga pada akhirnya saya pun dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut dengan menjelaskan kepada mereka bahwa saya tidak dapat bergabung dengan “pembicaraan” mereka jika mereka terus saja berbicara menggunkan bahasa yang tidak saya mengerti. Mereka pun akhirnya mengerti dan berusaha untuk tidak menggunakan bahasa sunda ketika sedang berbicara dengan saya.
Hal tersebutlah yang membuat saya memahami betul bahwa setiap individu memiliki berbagai budaya yang berbeda sehingga apabila perbedaan iu tidak ditanggapi secara tepat akan memunculkan konflik.
Perbedaan budaya antara saya yang berasal dari suku jawa dan juga beberapa teman saya yang berasal dari suku sunda, merupakan perbedaan budaya yang tidak terlalu jauh. Pada dasarnya sikap dan norma-norma yang ada agak mirip. Hal ini membuktikan bahwa semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah komunikasi. Namun, diantara kami ada pula seorang teman yang berasal dari Sulawesi Selatan, Makassar, namanya Ani. Perbedaan budaya antara kami dan Ani, hampir saja menimbulkan konflik. Hal ini mingkin dikarenakan bahwa perbedaan budaya antara kami cukup besar dan tidak ada kemiripan. Justru membuat kami membentuk persepsi yang salah.
Teman saya yang berasal dari Makassar ini memiliki kebiasaan berbicara dengan suara yang keras dan gamblang. Dia tidak sedikit pun menyembunyikan yang dia rasakan atau yang dia pikirkan. Jika dia merasa tidak cocok, merasa tidak suka, maka dia secara terus terang langsung mengatakannya. Hal ini berbeda sekali dengan kebiasaan masyarakat yang ada di daerah kami. Ada perbedaan yang mencolok antara cara bicara, cara berpikir, bertindak serta menunjukan eksistensinya dalam sebuah kehidupan sosial.
Teman saya yang berasal dari Makassar ini sering sekali berbicara dengan intonasi yang tinggi dan dengan volume yang keras. Hal ini menumbuhkan persepsi yang berbeda bagi setiap orang termasuk saya. Ketika itu, adalah awal kami masuk sekolah di SMA, ketika sedang masa orientasi siswa, Ani adalah anak yang paling sering mendapat hukuman dan paling tidak disukai oleh teman-teman. Kenapa? Karena cara bicaranya yang keras, caranya melihat orang, caranya mengatakan pendapatnya bahwa dia tidak setuju. Akibatnya, kelas kami lenih sering dihukum karena kelas kami dianggap memiliki seorang “pembangkang”. Ani dianggap telah menentang panitia orientasi yang notabene adalah kakak senior kami.Dari beberapa orang teman saya, mereka mempersepsikan hal yang hampir sama, yaitu :
• Ani sedang marah atau kesal
• Ani tidak diajari sopan santun tentang cara berbicara, karena berbicara dengan volume keras dianggap tidak sopan.
• Ani tidak menghormati orang yang sedang berbicara.
• Ani sedang berusaha menentang atau tidak setuju.
Setelah terlewati tahap orientasi, dan setetelah beberapa teman kami berbicara dengan dia, barulah kami sadar bahwa caranya berbicara, caranya menatap orang lain bukan semata-mata untuk menentang namun justru menghormati. Menurut budayanya, jika kita berbicara dengan orang yang lebih tua justru kita harus menggunakan volume yang lebih keras dan juga harus memandang mata. Tentu budaya Ani dan kami disini berbeda. Dengan adanya perbedaan budaya ini, kami hampir saja menjauhi Ani, hal tersebut tentu akan menimbulkan konflik. Untung saja, perbedaan budaya tersebut akhirnya dapat diatasi. Pelan-pelan kami membantu Ani untuk memahami bagaimana norma dan aturan budaya didaerah kami, memberikan pengertian bahwa budaya kami dan dia berbeda, dan dia harus bisa belajar beradapatasi.
(Sumber: http://gudangtugasgembul.blogspot.com)
Akibat-akibat jika tidak memahami perbedaan budaya:
  1. Rawan timbul konflik dan pertengkaran dengan teman sebaya, padahal persoalannya sepele.
  2. Stereotype, atau anggapan terhadap teman yang berbeda budaya. Stereotype ini menyebabkan kita tidak dapat berteman akrab dengan teman lain yang berbeda budaya, karena selalu dihantui kecemasan dan rasa tidak senang terhadap budaya lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar